Saudaraku yang baik, ketenangan menjadi sesuatu yang
dibutuhkan setiap orang. Terutama ketika sedang menghadapi masalah atau
saat hendak mengambil keputusan. Orang yang tenang tidak pernah galau,
panik tergesa-gesa, tidak emosional, tidak overacting. Orang
Saudaraku
yang baik, ketenangan menjadi sesuatu yang dibutuhkan setiap orang.
Terutama ketika sedang menghadapi masalah atau saat hendak mengambil
keputusan. Orang yang tenang tidak pernah galau, panik tergesa-gesa,
tidak emosional, tidak overacting. Orang tenang akan bisa menerima
informasi lebih banyak, hingga dia bisa lebih memahami. Sedangkan orang
yang emosional pendek kemampuan memahaminya, akibatnya kalau merespon
akan tidak bagus karena keterbatasan pemahamannya.
Ketenangan
pun akan membawa kewibawaan, atau karisma tersendiri bagi pemiliknya.
Ia akan disegani oleh teman dan lingkungannya. Sebaliknya, orang yang
overacting tidak akan memiliki kharisma. Terutama, kepada para calon
pemimpin dalam skala apapun, ia harus berlatih mengendalikan diri, tetap
tenang dalam kondisi bagaimanapun sulitnya. Dan, tenang bukan berarti
lamban. Nabi Muhammad SAW adalah manusia paling tenang, tetapi
berjalannya sangat gesit. Karena ketenangan tidak ada kaitannya dengan
waktu, melainkan dengan pengendalian diri, artinya dia tetap gesit,
tangkas tidak ada gurau berlebih, atau berteriak-teriak. Pribadi yang
kalem senyum berukir jernih, tidak pula banyak bicara kalau memang tidak
perlu bicara. Akibatnya, orang yang tenang mendapat ilmu yang lebih
banyak, mendapatkan kemampuan memilih keputusan lebih baik.
Namun,
ketenangan harus diupayakan agar tidak berujung menjadi sombong.
Cirinya adalah ketika ia tidak peduli kepada orang lain. Dia diam tapi
tidak mau mendengarkan. Malah mungkin asyik melakukan kegiatan yang lain
(saat orang lain berbicara padanya). Atau, ada orang yang diam karena
dia tengah memikirkan bantahan kepada orang lain, bukannya mengemas
manfaat dari pembicaraan yang didengarnya.
Sehingga,
tenangya kita responsif, tidak justru pelit. Reponsif seseorang memang
bisa dipengaruhi oleh banyaknya keinginan, demografi (asal tempat
menetapnya), lingkungan, tekanan kesulitan. Namun itu bisa diubah kalau
memang ingin berubah. Nabi Muhammad SAW sendiri tertawa bila orang lain
tengah melucu. Demikian pula bagi seorang pemimpin, keputusan terbaik
adalah ketika ia memang memiliki akses informasi lengkap. Makin lengkap
informasi makin akurat keputusannya. Dan informasi itu sendiri tidak
boleh diambil hanya dari satu pihak. Kita harus belajar dari kedua belah
pihak, baru mengambil keputusan. Dan yang harus kita sadari adalah
tidak ada keputusan tanpa resiko, semua keputusan ada resikonya. Kita
hanya perlu menghitung resiko yang paling minimal. Wallahu a`lam.