Sejumlah kasus penembakan terhadap aparat
kepolisian di wilayah Jakarta dan sekitarnya yang terjadi pada dua pekan
ini jelas-jelas merupakan suatu bukti bahwa polisi merupakan sasaran
utama dari gerakan atau aksi kelompok tertentu.
Melihat dari sejumlah kejadian teror yang terjadi dalam beberapa waktu dekat ini, mulai dari kasus bom yang meledak di Wihara Ekayana hingga ke sejumlah kasus teror penembakan terhadap aparat kepolisian, sangat wajar bilamana masyarakat menilai bahwa kemungkinan pelaku dari teror penembakan aparat kepolisian tersebut merupakan bagian dari salah satu kelompok jaringan terorisme yang ada di Indonesia .
Berikut beberapa kejadian teror penembakan yang ditargetkan pada aparat kepolisian di wilayah Tangerang Selatan dalam waktu dua pekan terakhir:
Pada Sabtu (27/7/2013) subuh lalu, Aipda Patah Saktiyono ditembak oleh 2 OTK, saat melintas tepat di depan Sekolah Al-Path, Ciputat, Tangerang Selatan. Anggota Polantas Gambir ini ditembak dari belakang oleh pelaku. Korban tersungkur tepat di depan sebuah masjid yang berjarak sekitar 200 meter dari lokasi penembakan. Tembakan pelaku mengenai punggung korban dan tembus hingga ke dada kirinya, namun korban dapat terselamatkan jiwanya.
Pada Rabu (7/8/2013) subuh lalu, Aiptu Dwiyatno tewas tertembak di kepala saat dirinya melintas di depan RS Sari Asih, Tangerang Selatan. Saat itu, anggota Binmas Polsek Cilandak hendak mengisi kegiatan ceramah di Lebak bUlus, Jaksel.
Pada Jumat (16/8/2013) lalu, dua anggota polisi Aiptu Kus Hendratna dan Bripka Ahmad Maulana, juga tewas ditembak oleh 2 orang pria misterius di depan Masjid Bani Umar, Jalan Graha Raya Bintaro, Pondok Aren, TangSel.
Berdasarkan informasi yang didapat dari beberapa tulisan di media massa, sejumlah analisa baik dari pola aksi teror, radius terjadinya lokasi teror hingga asumsi motif teror penembakan tersebut seakan mengarah ke satu kelompok jaringan terorisme. Berikut berita yang menurut saya ada kaitan dengan dalang aksi teror tersebut:
a. Badan Nasional Penanggulan Teror (BNBPT) menduga pelakukan peledakan bom di Vihara Ekayana, Tanjung Duren Jakarta Barat terkait dengan kelompok teror jaringan Abu Roban. Sumber: Situs Berita BBC => http://is.gd/qabAbU
b. Densus 88 Ringkus Pengebom Wihara yang merupakan jaringan kelompok Abu Roban, dimana kelompok tersebut mendapatkan logistik amunisi dan bahan peledak dari kelompok Abu Umar (berdasarakan pengakuan dr salah satu anggota kelompok Abu Umar, mereka mengaku akan melakukan penyerangan terhadap umat Buddha sebagai upaya balas dendam terhadap kasus Rohingya). Sumber: Situs Indopos dan Tempo => http://is.gd/ZKCMQv & http://is.gd/Esjc7P
c. Wilayah terjadinya teror penembakan, baik Ciputat, Pamulang dan Pondok Aren merupakan wilayah Tangerang Selatan yang juga pernah diduga sebagai salah satu wilayah basis dari kelompok jaringan Abu Roban. Pada bulan Mei 2013, Densus 88 menangkap sebanyak lebih dari 20 orang anggota jaringan kelompok Abu Roban baik dari wilayah Tangsel, Jakarta dan lainnya. Sumber: Situs Gatra dan MetroTv => http://is.gd/OUxwTe & http://is.gd/Esjc7P
d. Dari sejumlah penangkapan yang dilakukan yang dilakukan oleh Densus88 terhadap anggota Abu Roban pada bulan Mei 2013 di wilayah tersebut, motif balas dendam terhadap aparat kepolisian semakin terbentuk. Selain itu momen terjadinya beberapa penembakan sebelumnya juga bertepatan dengan bulan puasa, dimana salah satu motif mencari pahala (amaliyah) sebanyak-banyaknya dibulan itu juga muncul. Motif mencari amaliyah yang dimaksud adalah motif dengan melakukan aksi amaliyah irhabiyah (aksi terror) yang ditargetkan kepada ansharut Thoghut (pembela Thoghut) dalam hal ini sasarannya adalah anggota Kepolisian. Sumber: Situs Suara Indonesia => http://is.gd/SDl32N
e. Kelompok Jaringan Abu Roban juga memiliki kaitan yang dekat dengan kelompok Poso, dimana berdasarkan temuan aparat kepolisian, jalur pasokan amunisi dan pelatihan anggota kelompok Abu Roban juga berasal dari Poso. Selain didukung dari adanya motif-motif diatas, pola aksi teror dan jenis peluru yang digunakan (kaliber 9 mm) juga memiliki kesamaan dengan jenis amunisi yang sering digunakan oleh kelompok teroris jaringan Poso (diselundupkan dari Filipina), dalam hal ini kelompok teroris pimpinan Abu Roban. Sumber: Situs VivaNews => http://is.gd/iG7B6a
Dalam suatu acara wawancara di stasiun MetroTV pada bulan Agustus 2013, mantan Kepala BIN Hendropriyono mengatakan bahwa aksi teror penembakan yang dilakukan oleh kelompok jaringan teroris tersebut sebenarnya dikendalikan oleh jaringan lama, namun pelaku (eksekutor) adalah orang-orang baru. Hendropriyono juga menambahkan dalam kaitan melakukan upaya teror, terdapat tahapan teror lanjutan yang akan terjadi apabila aksi ini tidak segera ditumpas, dimana sejumlah aksi penembakan yang telah terjadi tersebut baru berada pada tingkatan tahap 1 (Phase 1). Tahapan2x teror yang dimaksud terbagi atas:
Tahap 1 => yaitu tahapan Terrorizing Effect; dengan sasaran semi random target dimana sasaran tetap berfokus pada aparat anggota kepolisian, dengan tujuan menciptakan teror atau keresahan baik di kalangan masyarakat maupun di dalam kepolisian itu sendiri. Menurut saya hal ini sudah hampir tercapai, dimana pemberitaan media yang berputar pada tema keresahan aparat aparat kepolisian dalam menggunakan atribut mereka dalam berdinas, hal ini bahkan muncul hingga ke tingkat polemik antara pernyataan Kapolda vs Wakapolda terkait penggunaaan seragam dinas dan ditiadakannya apel malam.
Tahap 2 => yaitu tahapan Assasination, dengan sasaran selected target dimana sasaran akan mengerucut pada sosok-sosok tertentu (key person), bahkan hingga ke high rank officer pejabat kepolisian yang dinilai berperan dalam memberantas terorisme (BNPT, Densus 88, dsb).
Belum terungkapnya secara penuh sejumlah teror kasus penembakan tersebut jelas menjadi ujian berat bagi citra Kepolisian Indonesia. Sudah seharusnya jajaran kepolisian harus lebih cepat dalam mengungkap sekaligus menangkap para pelaku aksi teror penembakan yang terjadi dalam beberapa waktu belakangan ini. Jika tidak segera dilakukan, ancaman teror terhadap Polri dapat semakin meluas dan jelas akan berdampak serius terhadap keamanan negara kita.
Melihat dari sejumlah kejadian teror yang terjadi dalam beberapa waktu dekat ini, mulai dari kasus bom yang meledak di Wihara Ekayana hingga ke sejumlah kasus teror penembakan terhadap aparat kepolisian, sangat wajar bilamana masyarakat menilai bahwa kemungkinan pelaku dari teror penembakan aparat kepolisian tersebut merupakan bagian dari salah satu kelompok jaringan terorisme yang ada di Indonesia .
Berikut beberapa kejadian teror penembakan yang ditargetkan pada aparat kepolisian di wilayah Tangerang Selatan dalam waktu dua pekan terakhir:
Pada Sabtu (27/7/2013) subuh lalu, Aipda Patah Saktiyono ditembak oleh 2 OTK, saat melintas tepat di depan Sekolah Al-Path, Ciputat, Tangerang Selatan. Anggota Polantas Gambir ini ditembak dari belakang oleh pelaku. Korban tersungkur tepat di depan sebuah masjid yang berjarak sekitar 200 meter dari lokasi penembakan. Tembakan pelaku mengenai punggung korban dan tembus hingga ke dada kirinya, namun korban dapat terselamatkan jiwanya.
Pada Rabu (7/8/2013) subuh lalu, Aiptu Dwiyatno tewas tertembak di kepala saat dirinya melintas di depan RS Sari Asih, Tangerang Selatan. Saat itu, anggota Binmas Polsek Cilandak hendak mengisi kegiatan ceramah di Lebak bUlus, Jaksel.
Pada Jumat (16/8/2013) lalu, dua anggota polisi Aiptu Kus Hendratna dan Bripka Ahmad Maulana, juga tewas ditembak oleh 2 orang pria misterius di depan Masjid Bani Umar, Jalan Graha Raya Bintaro, Pondok Aren, TangSel.
Berdasarkan informasi yang didapat dari beberapa tulisan di media massa, sejumlah analisa baik dari pola aksi teror, radius terjadinya lokasi teror hingga asumsi motif teror penembakan tersebut seakan mengarah ke satu kelompok jaringan terorisme. Berikut berita yang menurut saya ada kaitan dengan dalang aksi teror tersebut:
a. Badan Nasional Penanggulan Teror (BNBPT) menduga pelakukan peledakan bom di Vihara Ekayana, Tanjung Duren Jakarta Barat terkait dengan kelompok teror jaringan Abu Roban. Sumber: Situs Berita BBC => http://is.gd/qabAbU
b. Densus 88 Ringkus Pengebom Wihara yang merupakan jaringan kelompok Abu Roban, dimana kelompok tersebut mendapatkan logistik amunisi dan bahan peledak dari kelompok Abu Umar (berdasarakan pengakuan dr salah satu anggota kelompok Abu Umar, mereka mengaku akan melakukan penyerangan terhadap umat Buddha sebagai upaya balas dendam terhadap kasus Rohingya). Sumber: Situs Indopos dan Tempo => http://is.gd/ZKCMQv & http://is.gd/Esjc7P
c. Wilayah terjadinya teror penembakan, baik Ciputat, Pamulang dan Pondok Aren merupakan wilayah Tangerang Selatan yang juga pernah diduga sebagai salah satu wilayah basis dari kelompok jaringan Abu Roban. Pada bulan Mei 2013, Densus 88 menangkap sebanyak lebih dari 20 orang anggota jaringan kelompok Abu Roban baik dari wilayah Tangsel, Jakarta dan lainnya. Sumber: Situs Gatra dan MetroTv => http://is.gd/OUxwTe & http://is.gd/Esjc7P
d. Dari sejumlah penangkapan yang dilakukan yang dilakukan oleh Densus88 terhadap anggota Abu Roban pada bulan Mei 2013 di wilayah tersebut, motif balas dendam terhadap aparat kepolisian semakin terbentuk. Selain itu momen terjadinya beberapa penembakan sebelumnya juga bertepatan dengan bulan puasa, dimana salah satu motif mencari pahala (amaliyah) sebanyak-banyaknya dibulan itu juga muncul. Motif mencari amaliyah yang dimaksud adalah motif dengan melakukan aksi amaliyah irhabiyah (aksi terror) yang ditargetkan kepada ansharut Thoghut (pembela Thoghut) dalam hal ini sasarannya adalah anggota Kepolisian. Sumber: Situs Suara Indonesia => http://is.gd/SDl32N
e. Kelompok Jaringan Abu Roban juga memiliki kaitan yang dekat dengan kelompok Poso, dimana berdasarkan temuan aparat kepolisian, jalur pasokan amunisi dan pelatihan anggota kelompok Abu Roban juga berasal dari Poso. Selain didukung dari adanya motif-motif diatas, pola aksi teror dan jenis peluru yang digunakan (kaliber 9 mm) juga memiliki kesamaan dengan jenis amunisi yang sering digunakan oleh kelompok teroris jaringan Poso (diselundupkan dari Filipina), dalam hal ini kelompok teroris pimpinan Abu Roban. Sumber: Situs VivaNews => http://is.gd/iG7B6a
Dalam suatu acara wawancara di stasiun MetroTV pada bulan Agustus 2013, mantan Kepala BIN Hendropriyono mengatakan bahwa aksi teror penembakan yang dilakukan oleh kelompok jaringan teroris tersebut sebenarnya dikendalikan oleh jaringan lama, namun pelaku (eksekutor) adalah orang-orang baru. Hendropriyono juga menambahkan dalam kaitan melakukan upaya teror, terdapat tahapan teror lanjutan yang akan terjadi apabila aksi ini tidak segera ditumpas, dimana sejumlah aksi penembakan yang telah terjadi tersebut baru berada pada tingkatan tahap 1 (Phase 1). Tahapan2x teror yang dimaksud terbagi atas:
Tahap 1 => yaitu tahapan Terrorizing Effect; dengan sasaran semi random target dimana sasaran tetap berfokus pada aparat anggota kepolisian, dengan tujuan menciptakan teror atau keresahan baik di kalangan masyarakat maupun di dalam kepolisian itu sendiri. Menurut saya hal ini sudah hampir tercapai, dimana pemberitaan media yang berputar pada tema keresahan aparat aparat kepolisian dalam menggunakan atribut mereka dalam berdinas, hal ini bahkan muncul hingga ke tingkat polemik antara pernyataan Kapolda vs Wakapolda terkait penggunaaan seragam dinas dan ditiadakannya apel malam.
Tahap 2 => yaitu tahapan Assasination, dengan sasaran selected target dimana sasaran akan mengerucut pada sosok-sosok tertentu (key person), bahkan hingga ke high rank officer pejabat kepolisian yang dinilai berperan dalam memberantas terorisme (BNPT, Densus 88, dsb).
Belum terungkapnya secara penuh sejumlah teror kasus penembakan tersebut jelas menjadi ujian berat bagi citra Kepolisian Indonesia. Sudah seharusnya jajaran kepolisian harus lebih cepat dalam mengungkap sekaligus menangkap para pelaku aksi teror penembakan yang terjadi dalam beberapa waktu belakangan ini. Jika tidak segera dilakukan, ancaman teror terhadap Polri dapat semakin meluas dan jelas akan berdampak serius terhadap keamanan negara kita.
0 komentar:
Posting Komentar